Seorang Profesor setengah tua tinggal sendirian di Kota
Shibuya. Namanya Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani seekor
anjing kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya
itu sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu
setiap hari berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan kereta
api.. Hachiko pun setiap hari setia menemani Profesor sampai stasiun.
Di stasiun Shibuya ini Hachiko dengan setia menunggui tuannya
pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang profesor kembali. Dan ketika
Profesor Ueno kembali dari mengajar dengan kereta api, dia selalu
mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di stasiun. Begitu setiap
hari yang dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.
Musim dingin di Jepang tahun ini begitu parah. Semua tertutup
salju. Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga
kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian
yang hangat. Pagi itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar
ke kampus. Dia seorang profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara
yang sangat dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang
jauh menuju kampus tempat ia mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh
yang semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap tinggal
di rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal dimana-mana
tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat kerja. Dengan
jaket tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno berangkat ke stasun
Shibuya bersama Hachiko.
Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh
dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan
Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari
universitas. Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai
terompet panjang seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan
orang-orang yang sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah
hafal dengan Profesor Ueno segera berteriak akrab ketika kereta
berhenti. Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal
dengan Profesor Ueno dan anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena
memang sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan setia kendaraan
berbahan bakar batu bara itu. Setelah mengelus dengan kasih sayang
kepada anjingnya layaknya dua orang sahabat karib, Profesor naik ke
gerbong yang biasa ia tumpangi. Hachiko memandangi dari tepian balkon ke
arah menghilangnya profesor dalam kereta, seakan dia ingin mengucapkan,
” saya akan menunggu tuan kembali.”
“Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah
pergi sebelum tuan kamu ini pulang!” teriak pegawai kereta setengah
berkelakar.
Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak keras,”guukh!”
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang,
pertanda kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit
panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor
tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang
tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju
yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.
Di kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada
tugas menyelesaikan penelitian di laboratorium. Karena itu begitu
selesai mengajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki lab untuk
penelitianya. Udara yang sangat dingin di luar menerpa Profesor yang
kebetulah lewat koridor kampus.
Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf
pengajar yang lain yang melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya
ke klinik kampus. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus
jadi heboh karena Profesor Ueno pingsan. Dokter yang memeriksanya
menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan siang itu
kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali Profesor. Namun
tampaknya usaha mereka sia-sia.
Profesor Ueno meninggal dunia. Segera kerabat Profesor
dihubungi. Mereka datang ke kampus dan memutuskan membawa jenazah
profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di
Shibuya.
Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya. Tapi
Hachiko tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan
gelisah. Seharusnya Profesor Ueno sudah kembali, pikirnya. Sambil
mondar-mandir di sekitar balkon Hachiko mencoba mengusir kegelisahannya.
Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan kesetiaan anjing
itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja tidak
bisa menghilangkan kegelisahannya.
Malam pun datang. Stasiun semakin sepi. Hachiko masih
menunggu di situ. Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan
salah satu ruang tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap
kali ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang
yang datang. Tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno
tidak pernah datang.
Bahkan hingga esoknya, dua hari kemu dian , dan berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang.
Namun Hachiko tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.
Para pegawai stasiun yang kasihan melihat Hachiko dan
penasaran kenapa Profesor Ueno tidak pernah kembali mencoba mencari tahu
apa yang terjadi. Akhirnya didapat kabar bahwa Profesor Ueno telah
meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh kerabatnya. Mereka pun
berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan pernah kembali lagi
dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus.
Tetapi anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli.
Dia tetap menunggu dan menunggu tuannya di stasiun itu, seakan dia yakin
bahwa tuannya pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus
kering karena jarang makan.
Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia
terus menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun
banyak yang datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan
sebagian sempat menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala
sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk
menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan kembali.
Mereka yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu,
bahkan selimut agar tidak kedinginan. Selama 9 tahun lebih, dia muncul
di station setiap harinya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa
menunggu kepulangan tuannya.
Namun hari-hari itu adalah saat dirinya tersiksa karena
tuannya tidak kunjung tiba. Dan di suatu pagi, seorang petugas
kebersihan stasiun tergopoh-gopoh melapor kepada pegawai keamanan.
Sejenak kemu dian suasana menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh
seekor anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing
itu sudah menjadi mayat.
Hachiko sudah mati.
Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.
Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stasiun
Shibuya. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu.
Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya.
Menghormati sebuah arti kesetiaan yang kadang justru langka terjadi pada manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar