"Hehehe... Si Kakek sudah tidak ada. Sekarang akan kumakan habis ubi milik tua bangka itu!", kata tanuki kegirangan.
Grusuk, grusuk! Gubrak!
"Hei kenapa ada lubang di tengah ladang? Arggh... Jangan-jangan ini perangkap? Aku harus segera keluar dari sisni!!"
"Hah! Kena kau tanuki kurang ajar!" kata kakek mengolok-olok taniki. "Sebentar lagi kamu akan menjadi potongan daging dalam supku!"
Tanuki yang masuk perangkap diikat, dan dibawa pulang. Setelah diletakkan di dapur, kakek kembali ke ladang. Nenek yang menjumpai tanuki di dapur sangat terkejut melihatnya.
"Kamu Tanuki yang merusak ladang kami. Mengapa kamu ada di sini?" tanya nenek yang tidak tahu apa yang terjadi.
"Kakek berhasil menangkapku. Aku menyesal telah merusak ladangmu. Sebelum aku mati, izinkan aku berbuat suatu kebaikan untuk kalian", kata tanuki memohon.
"Memangnya kami sebodoh itu? Tanuki itu licik, kapan Tanuki berbuat baik?" jawab nenek keras kepala.
"Sungguh! Aku benar-benar menyesal. Izinkan aku berbuat sebuah kebaikan untuk kalian agar semua kesalahanku dapat ditebus" kata tanuki memohon belas kasihan.
"Hmmm...", nenek semakin bingun dengan keputusan yang akan diambilnya.
Tiba-tiba, tanuki tersebut memiliki ide, "Nek, Nenek sudah tua, bagaimana kalau aku saja yang membereskan rumah. Aku janji tidak akan lari."
"Sungguh?", hati nenek merasa senang mendengarnya. "Baiklah, mungkin kalau kau dilepaskan sebentar tidak apa-apa, toh aku akan mengawasimu agar tidak kabur."
Setelah terlepas, tanuki malah memukuli nenek dan membunuhnya. Daging si nenek dimasak tanuki menjadi sup. Kepulangan kakek dari ladang disambut tanuki yang sudah berubah wujud menjadi si nenek. Kakek memakan sup yang disuguhkan "nenek".
"Hm.. hari makan sup ya. Sepertinya sedap sekali..." kata kakek setelah melihat sup yang dihidangkan untuknya.
"Tentu saja", jawab "nenek". "Sebab dagingnya khusus. Hihihihi..."
"Slurp, slurp, slurp! Ah... rasanya luar biasa setelah kerja keras"
"Huahahahaha... Kakek tua bodoh! Kau telah tertipu!"
Buzz! Si "nenek" kembali berubah wujud menjadi tanuki dan menceritakan segalanya. Sambil tertawa-tawa, tanuki pulang ke gunung.
Kelinci sahabat si kakek mendengar peristiwa ini dan memutuskan untuk membalas dendam. Tanuki kebetulan kenal dengan kelinci dan percaya saja dengan ajakan kelinci untuk mengumpulkan kayu bakar dengan imbalan uang. Setelah ranting kering terkumpul, tanuki berjalan di muka sambil memanggul ikatan ranting kering. Kelinci mengikuti dari belakang karena ia ingin membakar ranting kering di punggung tanuki. Tanuki bisa mendengar suara "kachi-kachi" (crek-crek) dari dua buah batu api yang dibentur-benturkan kelinci, tapi pandangannya terhalang ranting kering yang sedang dipanggulnya.
"Bunyi apa itu 'kachi-kachi'?" tanya tanuki.
Kelinci menjawab, "Oh, itu suara burung Kachi-kachi dari Gunung Kachi-kachi yang ada di sebelah sana."
Setelah berhasil membakar punggung tanuki, kelinci menjenguk tanuki yang sedang sakit luka bakar.
Tanuki yang punggunya terluka bakar itu kemudian beristirahat di rumah. Tiba-tiba kelinci datang menjenguknya sambil membawa mustard.
"Hai Tanuki, bagaimana kabarmu?" tanya kelinci.
"Yah... Seperti inilah. Punggungku benar-benar terasa sakit. Aduh!!" jawab tanuki kesakitan.
"Aku punya salep luka bakar yang bagus lho. Aku membawakannya khusus untukmu. Baiklah aku akan menggosokkannya pada lukamu", kata kelici itu.
Kelinci menggosokkan "salep" mustard itu ke punggung tanuki. Mustard yang dioleskan pada luka bakar di punggung tanuki makin membuat tanuki kesakitan.
Setelah beberapa hari lewat, tanuki diajak kelinci pergi memancing di danau. Perahu yang dinaiki kelinci dibuat dari kayu, tapi tanuki diberi perahu yang dibuat dari lumpur. Karena terkena air, perahu lumpur menjadi lunak dan tenggelam. Tanuki berenang sekuat tenaga ke tepian, tapi kelinci memukulnya dengan dayung sehingga tanuki akhirnya mati tenggelam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar