Pada jaman dahulu kala, di pedalaman gunung yang terpencil di mana
banyak salju turun, hiduplah sepasang suami istri yang miskin. Meskipun
besok adalah hari tahun baru, mereka tidak memiliki kue mochi. Jangankan
kue mochi, sebutir beras pun mereka tak punya.
"Suamiku, sebenarnya aku telah membuat perhiasan rambut dari benang
berwarna-warni untuk berjaga-jaga jika sesuatu terjadi. Kalau ini dijual
di kota, mungkin kita bisa membeli kue mochi untuk dimakan waktu tahun
baru,” kata istrinya.
Sang suami segera pergi untuk menjual perhiasan rambut itu. Di luar hawanya menusuk —paling dingin selama musim dingin ini.
“Wah, dinginnya….” Si suami menutupi mukanya dengan handuk kecil,
menggigil dan berjalan diterpa dinginnya angin. Ia berjalan melewati
lembah, gunung, dan tiba di jalan di sela-sela gunung tempat
patung-patung Jizo berderet. Salju yang dingin bertumpuk dan kepala para patung Jizo memutih.
“Ya, ampun..., patung-patung Jizo ini pasti kedinginan. Kasihan
sekali.” Suami melepaskan handuk kecil yang membungkus pipinya dan
membersihkan salju di atas kepala para patung Jizo dengan handuk kecil itu.
Pada sore hari ia tiba di kota. Kota di malam Tahun Baru sangat ramai
oleh orang-orang atau kereta barang yang hilir mudik, datang dan pergi.
Si suami lantas mulai berteriak di tengah jalan, “Ayo, ayo, belilah
perhiasan rambut! Belilah perhiasan rambut!”
Orang-orang kota hanya melewatinya tanpa sedikit pun melirik perhiasan
rambut. Si suami merasa sedih dan putus asa. Di situ kebetulan lewat
seorang kakek penjual topi bambu yang kurang bersemangat karena kecewa,
sama dengan si suami.
“Apakah perhiasan rambutnya terjual? Bagaimana kalau kau beli topi
bambuku ini? Sebagai gantinya, aku akan membeli semua perhiasan
rambutmu."
"Baiklah...."
Bukan hal yang istimewa. Mereka hanya melakukan barter saja. Suami
pulang ke gunung, ia berjalan terhuyung-huyung sambil memikul topi bambu
hasil barter tadi. Lalu, ia kembali menuju ke jalan di sela gunung
tempat patung-patung Jizo berada.
“Patung Jizo, aku akan melakukan sesuatu agat tubuh kalian tidak tertutup oleh salju."
Suami mengibas-ngibaskan salju dari atas kepala para patung Jizo dan memakaikan topi bambu satu demi satu.
“Oh, ternyata kurang satu. Kurang sip jadinya. Kalau begitu maaf, hanya ini yang bisa kuberikan, patung Jizo kecil.”Suami yang baik hati itu melepaskan handuk kecil yang digunakannya, lalu memakaikannya kepada patung Jizo yang kecil.
Malam itu sang suami berkisah tentang peristiwa hari ini kepada
istrinya. Ia juga bercerita tentang bagaimana ia memakaikan topi bambu
kepada patung Jizo. Sang istri berkata dengan tersenyum manis.
“Oh, kamu telah melakukan perbuatan mulia, suamiku.”
“Menurutmu demikian, istriku?"
Malam semakin larut. Beberapa sosok bayangan kecil mulai bergerak dari dalam hutan. Patung-patung Jizo di jalan di sela gunung itu mulai berjalan. Patung-patung Jizo di jalan di sela gunung itu mulai berjalanTibalah mereka di depan rumah suami-istri tersebut.
“Ssst! Diam, diam….”
Patung-patung Jizo itu menumpuk barang-barang yangdibawanya di
depan rumah suami-istri tersebut. Mereka datang membawa hadiah sebagai
rasa terima kasih atas topi bambu. Setelah kue mochi, sayur-sayuran,
buah-buahan, ikan, baju, dan lain-lain… akhirnya, datanglah patung Jizo
yang kecil sambil memikul karung goni berisi beras dengan
terhuyung-huyung. Bruk! Setelah berhasil meletakkan karung beras itu,
patung-patung Jizo itu pun jatuh berturut-turut satu demi satu.Mereka menggeliat keluar dari salju dan segera berlari-lari.
“Hmm, ada suara yang mencurigakan di luar….”
“Sayang, cobalah keluar.”
Suami istri yang terbangun oleh bunyi itu mencoba membuka pintu dengan takut-takut, lantas…
Mereka melihat sosok patung-patung Jizo yang berjalan berbaris.
“Sa, sayangku….”
“Iya, syukurlah.…”
Sepasang suami dan istri itu menyambut tahun baru yang menyenangkan. Dan
mereka berdua hidup bahagia berkat hadiah ungkapan terima kasih patung Jizo atas topi bambu.
* Patung Jizo
Kebanyakan orang Jepang beragama Budha. Dalam agama Budha, Jizo, semacam malaikat dipercayai membantu orang-orang yang mengalami kesulitan. Orang-orang berdoa di depan patung Jizo sambil menangkupkan kedua belah tangan mereka di depan dada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar