anda pengunjung ke-

Jumat, 09 Desember 2011

Tsuru no Ongaeshi

Alkisah, pada jaman dahulu hiduplah seorang kakek dan nenek yang baik hati. Kisah berikut adalah kejadian pada suatu hari yang dingin dan bersalju.
Di tengah perjalanan kembali setelah mencari kayu bakar di kaki gunung, kakek mendengar suara erangan burung bangau di sekitar rawa. Ia melihat seekor burung bangau yang menderita karena terkena jerat jeakan. Kakek berlari mendekatinya dan melepaskan jerat itu. Burung bangau itu menunjukkan rasa gembiranya dengan mengembangkan sayapnya lebar-lebar, lalu terbang ke langit bersalju.
Pada malam harinya, kakek membicarakan kejadian tersebut dengan nenek di dekat perapian.
“Burung bangau itu tampaknya merasa begitu senang.”
“Oh, kamu melakukan hal yang sangat baik, sayangku.”

Nenek yang baik hati itu juga tersenyum manis, dan suasana hati kedua orang itu diselimuti perasaan bahagia.
Pada waktu itu, terdengarbunyi ketokan di pintu.TOK-TOK-TOK. Oh, siapakah gerangan yang mengunjungi rumah mereka? Siapa ya, pada malam selarut ini? Lagipula, malam ini bersalju....
TOK-TOK-TOK.
Kakek yang merasa aneh membuka pintu pelan-pelan, ...ia terkejut! Seorang gadis yang cantik berdiri di tengah salju yang turun. Kata gadis itu, ia tersesat di tengah perjalanannya.
“Kamu pasti kesulitan, kalau begitu ayo, silahkan menginap di sini malam ini." Kakek dan nenek yang baik hati mempersilahkan gadis itu masuk ke dalam rumahnya.
“Ayo, hangatkan badanmu.”
Nenek membuatkan bubur yang panas untuk gadis itu. Menurut kisah gadis itu, ia tidak mempunyai tujuan ke mana pun.
“Nak, kalau begitu, hiduplah bersama kami.”
Nenek juga mengangguk tanda setuju.
“Saya juga sangat senang. Terima kasih banyak atas kebaikan hati kakek dan nenek.”
Gadis itu membungkuk di hadapan kakek dan nenek. Bagi kakek dan nenek yang tidak mempunyai anak, tidak ada hal yang lebih menyenangkan selain kehadiran anak gadis itu.Malamnya ketiga orang itu tidur dengan tenang.
Keesokan hari, gadis itu bangun ketika hari masih gelap. Ia pergi ke dapur diam-diam agar kakek dan nenek tidak bangun. Lalu, ia mengintip kotak penyimpanan beras karena ia akan menyiapkan makan pagi untuk mereka. Namun kotak penyimpanan beras itu kosong. Bukan hanya beras tidak ada, bahan untuk membuat sup miso pun tak ada.
Saat itu si gadis menemukan bundelan benang. Entah apa yang dipikirkan olehnya, gadis itu lantas membawa bundelan benang itu dan masuk ke dalam ruang tenun. Tak lama kemudian, mulai terdengar suara orang menenun dari ruang yang tertutup rapat.
Jrek-jrek-jrek, serrrr.
Jrek-jrek-jrek, serrrr.
Sinar pagi mulai menyusup kedalam rumah. Kakek dan nenek bangun dan melihat tempat tidur sang gadis di sebelahnya, tetapi sosoknya sudah tidak ada. Lantas si gadis muncul membawa kain tenun.
“Alangkah kain indah kain ini!”
“Kain ini betul-betul indah sekali.”
Kakek dan nenek menerima kain tenun itu dan terkejut bukan main.
Gadis berkata, “Kek, tolong jual ini dan belilah beras, miso dan barang-barang keperluan lainnya."
Kakek gembira sekali, lalu, ia membawa kain itu dan pergi ke kota untuk menjualnya. Kan itu terjual dengan harga tinggi. Lalu Kakek membeli beras dan miso dengan uang itu. Ia juga membeli sisir rambut yang bagus untuk si gadis sebagai oleh-oleh.
Malam itu benar-benar malam yang penuh kebahagiaan.
“Semoga bermimpi indah.”
“Kakek dan nenek silakan istirahat dulu. Saya akan bekerja sebentar lagi.”
Kakek terkejut mendengar kata-kata gadis itu.
“Jangan, sudahlah. Malam ini sudah saatnya tidur.”
“Tidak, saya ingin menenun lebih banyak kain untuk kakek dan nenek. Boleh kan? Sebagai gantinya, saya mempunyai satu saja permintaan, yaitu kakek dan nenek sama sekali tidak boleh melihat saya saat sedang menenun kain.”
“Apa? Tidak boleh melihat?”
“Ya, tolong berjanji pada saya.”
Muka si gadis tampak kukuh. Kakek dan nenek yang tidak tahu alasannya hanya bisa menggangguk.
Demikianlah, setiap malam gadis itu menenun kain yang cantik itu satu tan kain demi satu tan kain. Kakek membawanya ke kota dan terjual laris. Namun seiring dengan berlalunya hari demi hari, 3 hari, 5 hari..., badan sang gadis menjadi semakin kurus dan semangatnya tampak menurun. Sosok gadis yang berdiri di dekat pintu dan memandangi matahari terbenam itu tampak sempoyongan.
“Saya akan menenun paling tidak satu tan kain lagi untuk mereka,” pikir gadis itu.
Pada waktu makan di malam harinya, gadis itu tidak memakan sedikitpun hidangan yang dibeli oleh kakek di kota.
"Ayo, makan lagi."
"Tidak, sudah cukup. Saya akan bekerja sedikit lagi."
Kakek sangat terkejut mendengar kata-kata gadis ini.
"Jangan! Kalau malam ini tidak tidur juga, badanmu akan rusak. Jangan memaksakan diri."
Si gadis tidak menuruti kakek yang hendak mencegahnya, lalu ia berdiri terhuyung-huyung.
"Lihat, kamu telah menjadi selemah itu...."
Gadis itu berkata tegas kepada kakek yang mencoba menghentikannya.
"Satu tan kain lagi saja."
Mendengar perkataannya, kakek dan nenek yang tidak bisa menghentikan gadis itu hanya bisa mengkhawatirkannya. Mereka tidak bisa berbuat apapun. Si gadis masuk ke dalam ruang kerja dan menutup pintu. Kakek dan nenek berbaring di tempat tidur namun mereka tidak bisa tidur karena terus merasa khawatir.
"Kakek, tampaknya bunyi alat tenun menjadi lemah dan tidak teratur."
"Baiklah, aku akan pergi untuk melihat."
Kakek segera bangun dari tempat tidurnya.
"Tapi bagaimana janji dengan anak gadis kita?"
Nenek mencegah kakek, namun kakek tidak bisa menahan diri karena mengkhawatirkan anak gadis mereka. Kakek menbuka pintu ruang kerja pelan-pelan dan mengintip ke dalamnya.
"Oh, ternyata...."
Alangkah mengejutkan, ternyata yang menenun kain bukan anak gadis mereka, melainkan seekor burung bangau. Burung bangau itu mengambili bulu dari badannya sendiri, lalu menjalinnya ke dalam kain. Dengan sisa tenaganya, helai demi helai bulu.... Lalu burung bangau menjadi sangat lemah.
Kakek lantas membuka pintu dengan berbunyi gemerincing. Burung bangau sadar dan terkejut, lalu sedikit demi seditik berubah menjadi sosok gadis.
"Ka-kamu...."
Di hadapan kakek yang tercengang, anak gadis itu berkata sambil menundukkan kepalanya, "Ya, saya adalah burung bangau yang ditolong kakek waktu itu."
"Oh, waktu itu...."
"Betul, saya dantang ke sini untuk membalas udi kepada Kakek. Saya diperbolehkan menjadi sosok manusia hanya sekali saja."
Setelah berkata begitu, gadis itu segera keluar ke arah pintu tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
"Saya tidak bisa berada di sini lagi. Meskipun saya ingin selalu menjadi anak gadis kakek dan nenek...."
Gadis itu keluar dan berubah menjadi sosok burung bangau dan mulai terbang ke langit pelan-pelan.
"Anak gadis kami yang tersayang, jangan lupakan kami."
Seolah berdoa, kakek melemparkan sisir gadis itu kepada burung bangau.
Burung bangau menagkap sisir itu dengan paruhnya. Sesudah bersuara sekali dua kali seolah segan berpisah, ia terbang tinggi ke langit musim dingin, entah ke mana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini